Menangkar burung dilindungi bisa dapat ijin
Diposting oleh Ali Sodikin | Label: Menangkar burung dilindungi bisa dapat ijin | Posted On Rabu, 16 November 2011 at 15.52
Ada kabar gembira nih untuk para penggemar atau penghobi burung paruh bengkok (yang dilindungi) yang selama ini harus “bergelap-gelap” dalam usaha penangkaran burung jenis paruh bengkok ini. Kemungkinan akan diberikannya ijin penangkaran burung paruh bengkok dilindungi (yang masuk dalam Appendix I CITES) disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Tengah, Ir Minto Basuki, dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Dan Perlindungan Hutan Lintas Wilayah Mitra Praja Utama (MPU) di Semarang, Kamis 21 Oktober 2010
Jenis-jenis burung paruh bengkok yang dilindungi tersebut bisa Om dan Tante lihat dalam artikel
Dengan demikian, saat ini, Anda para penggemar burung paruh bengkok bisa mendaftarkan burung Anda untuk ditangkarkan. Meskipun demikian, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagaimana syarat yang ditetapkan untuk bisa mendirikan usaha penangkaran burung yang dilindungi.
Ada beberapa hal menarik lagi yang muncul dalam rapat tersebut, namun hal yang utama berkaitan dengan masalah perburungan adalah dimungkinkannya penangkaran burung paruh bengkok dilindungi tersebut
Pengurusan ijin penangkaran di BKSDA lebih pada kelengkapan syarat-syarat untuk ijin penangkaran.
Ijin penangkaran sendiri diajukan kepada Direktur Jendral PHKA (Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam) departemen Kehutanan, dengan tembusan kepada direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH),Sekretaris Jendral PHKA, dan Kepala Balai KSDA setempat.
Surat permohonan ijin penangkaran ini harus dilengkapi dengan :
1.Proposal usaha penangkaran
2.Foto copy KTP untuk perorangan dan akta notaris untuk badan usaha
3.Surat keterangan bebas gangguan usaha dari camat setempat
4.Bukti asal-usul indukan
5.BAP persiapa teknis
6.Rekomendasi dari kepala BKSDA setempat
Lampiran no 4,5,dan 6 inilah yang pertama-tama (sebelum pengajuan ijin) harus kita urus di BKSDA setempat.
Asal-usul indukan dapat berasal dari
a. tangkapan alam (prosesnya lewat pengajuan surat ijin tangkap terlebih dahulu ke kepala BKSDA setempat)
b. impor (kelengkapan bukti dokumen impor burung)
c. Lembaga konservasi (Kebun binatang, taman burung, dll.)
d. Pusat Penyelamatan satwa
BAP persiapan teknis kita dapatkan dari hasil survey team BKSDA setempat yang ditandatangani oleh kepala BKSDA.Proses ini yang biasanya rawan pungli dari staff BKSDA.
Surat Rekomendasi merupakan surat yang dibuat oleh kepala BKSDA setempat.
Hasil rapat
Rapat yang diikuti unsur Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, Dinas Kehutanan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Balai KSDA Provinsi DKI Jakarta, Balai KSDA Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar KSDA Provinsi Jawa Timur, Balai KSDA Provinsi Jawa Barat, Balai KSDA Provinsi Jawa Tengah, BTN Gunung Merapi, BTN Gunung Merbabu, BTN Karimunjawa, BPTP Tahura Ngargoyoso Karanganyar, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Biro Bina Produksi Setda Provinsi Jawa Tengah Dinas Kehutanan Jateng itu menghasilkan rekomendasi dan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dimohon kepada Kementerian Kehutanan dalam merevisi Kepmenhut Nomor 447/KPTS-II/2003 dan P.19/Menhut-II/2005 dapat disegerakan dan disesuaikan dengan PP Nomor 38/ 2007 sehingga dapat memberikan perubahan, kemudahan dalam pelayanan dan manfaat bagi kegiatan pemanfaatan TSL (Tanaman dan Satwa Liar) yang tidak dilindungi dan tidak termasuk appendix CITES
2. Mengakomodir adanya peraturan Kabupaten Rembang terhadap larangan penambangan Koral, BKSDA Jawa Tengah tahun 2010 tidak menerbitkan izin tangkap koral di wilayah perairan Rembang.
3. Guna Pelaksanaan Pergub Jateng 83 tahun 2010 dipandang perlu peningkatan kemampuan Petugas.
4. Pelanggaran pemanfaatan TSL tidak dilindungi tidak termasuk dalam appendix CITES belum ada sanksi pidana, sanksi hanya administrasi.
5. Faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan penangkar satwa liar adalah tersedianya satwa liar di habitat asli, penguasaan ilmu dan teknologi, tenaga trampil dan dukungan masyarakat.
6. Manfaat TSL bagi kehidupan manusia antara lain manfaat ekonomi, nilai rekreasi kegiatan berburu, nilai keindahan dan etika, nilai dalam ilmu pengetahuan.
7. F0 dan F1 dari satwa liar yang dilindungi masih dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi UU. Setiap kelahiran dan kematian atau mutasi satwa di unit penangkaran wajib diliput Berita Acara serta diberikan penandaan (tagging) terhadap anakannya untuk bisa dibedakan status generasi indukan atau anakan. Terhadap unit penangkaran Rusa dikarenakan adanya tujuan domestikasi menjadi satwa ternak, maka kegiatan penandaan dapat dilakukan campurtangan berupa bantuan pelaksanaannya oleh pemerintah.
8. Dalam rangka menyalurkan pemanfaatan dari hasil penangkaran Rusa serta mengakomodasi minat berburu dari masyarakat, perlu didorong terbentuknya kawasan/areal/kebun buru di wilayah Provinsi;
9. Peran LK (Lembaga Konservasi) yang tidak sekedar sebagai lokasi display atau peragaan satwa tetapi juga sebagai sumber pengembangbiakan satwa-satwa yang bisa dimanfaatkan;
10. Perlunya segera dilaksanakan koordinasi para pihak untuk antisipasi kegiatan pemanfaatan TSL di lintas batas wilayah administratif (antar provinsi);
11. Menindaklanjuti P.19/Menhut-II/2005 Wilayah MPU mengusulkan perlu disusun petunjuk teknis/ petunjuk pelaksanaan restocking dan pelepas liaran satwa hasil penangkaran oleh Dirjen PHKA
.
Jenis-jenis burung paruh bengkok yang dilindungi tersebut bisa Om dan Tante lihat dalam artikel
Dengan demikian, saat ini, Anda para penggemar burung paruh bengkok bisa mendaftarkan burung Anda untuk ditangkarkan. Meskipun demikian, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagaimana syarat yang ditetapkan untuk bisa mendirikan usaha penangkaran burung yang dilindungi.
Ada beberapa hal menarik lagi yang muncul dalam rapat tersebut, namun hal yang utama berkaitan dengan masalah perburungan adalah dimungkinkannya penangkaran burung paruh bengkok dilindungi tersebut
Pengurusan ijin penangkaran di BKSDA lebih pada kelengkapan syarat-syarat untuk ijin penangkaran.
Ijin penangkaran sendiri diajukan kepada Direktur Jendral PHKA (Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam) departemen Kehutanan, dengan tembusan kepada direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH),Sekretaris Jendral PHKA, dan Kepala Balai KSDA setempat.
Surat permohonan ijin penangkaran ini harus dilengkapi dengan :
1.Proposal usaha penangkaran
2.Foto copy KTP untuk perorangan dan akta notaris untuk badan usaha
3.Surat keterangan bebas gangguan usaha dari camat setempat
4.Bukti asal-usul indukan
5.BAP persiapa teknis
6.Rekomendasi dari kepala BKSDA setempat
Lampiran no 4,5,dan 6 inilah yang pertama-tama (sebelum pengajuan ijin) harus kita urus di BKSDA setempat.
Asal-usul indukan dapat berasal dari
a. tangkapan alam (prosesnya lewat pengajuan surat ijin tangkap terlebih dahulu ke kepala BKSDA setempat)
b. impor (kelengkapan bukti dokumen impor burung)
c. Lembaga konservasi (Kebun binatang, taman burung, dll.)
d. Pusat Penyelamatan satwa
BAP persiapan teknis kita dapatkan dari hasil survey team BKSDA setempat yang ditandatangani oleh kepala BKSDA.Proses ini yang biasanya rawan pungli dari staff BKSDA.
Surat Rekomendasi merupakan surat yang dibuat oleh kepala BKSDA setempat.
Hasil rapat
Rapat yang diikuti unsur Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, Dinas Kehutanan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Balai KSDA Provinsi DKI Jakarta, Balai KSDA Provinsi Jawa Tengah, Balai Besar KSDA Provinsi Jawa Timur, Balai KSDA Provinsi Jawa Barat, Balai KSDA Provinsi Jawa Tengah, BTN Gunung Merapi, BTN Gunung Merbabu, BTN Karimunjawa, BPTP Tahura Ngargoyoso Karanganyar, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Biro Bina Produksi Setda Provinsi Jawa Tengah Dinas Kehutanan Jateng itu menghasilkan rekomendasi dan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dimohon kepada Kementerian Kehutanan dalam merevisi Kepmenhut Nomor 447/KPTS-II/2003 dan P.19/Menhut-II/2005 dapat disegerakan dan disesuaikan dengan PP Nomor 38/ 2007 sehingga dapat memberikan perubahan, kemudahan dalam pelayanan dan manfaat bagi kegiatan pemanfaatan TSL (Tanaman dan Satwa Liar) yang tidak dilindungi dan tidak termasuk appendix CITES
2. Mengakomodir adanya peraturan Kabupaten Rembang terhadap larangan penambangan Koral, BKSDA Jawa Tengah tahun 2010 tidak menerbitkan izin tangkap koral di wilayah perairan Rembang.
3. Guna Pelaksanaan Pergub Jateng 83 tahun 2010 dipandang perlu peningkatan kemampuan Petugas.
4. Pelanggaran pemanfaatan TSL tidak dilindungi tidak termasuk dalam appendix CITES belum ada sanksi pidana, sanksi hanya administrasi.
5. Faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan penangkar satwa liar adalah tersedianya satwa liar di habitat asli, penguasaan ilmu dan teknologi, tenaga trampil dan dukungan masyarakat.
6. Manfaat TSL bagi kehidupan manusia antara lain manfaat ekonomi, nilai rekreasi kegiatan berburu, nilai keindahan dan etika, nilai dalam ilmu pengetahuan.
7. F0 dan F1 dari satwa liar yang dilindungi masih dikategorikan sebagai satwa liar yang dilindungi UU. Setiap kelahiran dan kematian atau mutasi satwa di unit penangkaran wajib diliput Berita Acara serta diberikan penandaan (tagging) terhadap anakannya untuk bisa dibedakan status generasi indukan atau anakan. Terhadap unit penangkaran Rusa dikarenakan adanya tujuan domestikasi menjadi satwa ternak, maka kegiatan penandaan dapat dilakukan campurtangan berupa bantuan pelaksanaannya oleh pemerintah.
8. Dalam rangka menyalurkan pemanfaatan dari hasil penangkaran Rusa serta mengakomodasi minat berburu dari masyarakat, perlu didorong terbentuknya kawasan/areal/kebun buru di wilayah Provinsi;
9. Peran LK (Lembaga Konservasi) yang tidak sekedar sebagai lokasi display atau peragaan satwa tetapi juga sebagai sumber pengembangbiakan satwa-satwa yang bisa dimanfaatkan;
10. Perlunya segera dilaksanakan koordinasi para pihak untuk antisipasi kegiatan pemanfaatan TSL di lintas batas wilayah administratif (antar provinsi);
11. Menindaklanjuti P.19/Menhut-II/2005 Wilayah MPU mengusulkan perlu disusun petunjuk teknis/ petunjuk pelaksanaan restocking dan pelepas liaran satwa hasil penangkaran oleh Dirjen PHKA
.
Posting Komentar